Jumat, 11 Februari 2011

Berharap

aku lelah berharap
merangkai bintang yg tak mungkin ku genggam
aku lelah berlari
ujung jalan yg tak ada habisnya
perputaran roda waktu terasa menyayat
melukis asa diatas air
ku tw itu hanya angan
akan lepas bebas, terbang bersama sang waktu
tak ingin ku berharap, aku takut sakit!
menggenggam asa hanya angin..
ya tangan ku kini kosong!

-mbee_

Jumat, 04 Februari 2011

Tak Mampu

aku dan kesendirian malam
beradu menentang sang waktu yg terus berputar
ya entah sampai kapan aku mampu bertahan
sang waktu akan menjawab
namun terasa berat aku menanti
fajar terbit yg sulit kuterima

jalan takdir sudah tergurat
namun hati ku masih pilu
sejuta mimpi berhamburan bagai anai"
lepas bebas ke angkasa
yg tersisa aku dan genggaman hampaku

Alloh,jalan ini begitu berliku
melangkah sendiri mgkn kah ku sanggup?
tak sanggup tanpa jejak bayangku

Pertemuan Dua Hati
Penulis          : Nh. Dini
Penerbit         : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan         : keempat belas, Desember 2009
            Bu Suci adalah seorang guru SD. Hampir 10 th mengajar di Purwodadi. Dia tinggal bersama suami, 3 orang anaknya dan uwaknya. Suaminya bekerja sebagai montir di sebuah perusahaan di kotanya. Beberapa bulan lalu suaminya pindah ke Semarang, tepatnya di daerah Mrican. Kota Semarang sebagai pelabuhan yang merupakan pintu gerbang bagi perubahan.Di lingkungan rumah Bu Suci berpenghuni dari golongan campuran masyarakat dengan keadaan lingkungan rumah-rumah yang berhimpitan.
            Saat masuk ke sekolah baru di Semarang, ia menemani anak-anaknya ke sekolah. Dia juga memperkenalkan diri kepada Kepala Sekolah. Sebagai orang tua murid juga sebagai guru yang menunggu pengangkatan. Kepala Sekolah pun memberi penawaran untuk mengajar di sekolah tersebut untuk menggantikan guru yang kecelakaan.
            Anak keduanya sakit panas, batuk dan selesma. Bu Suci membawanya ke dokter umum.Setelah beberapa hari, kulitnya di tumbuhi bintik-bintik merah dan terasa gatal. Setelah beberapa hari batuk, selesma dan bintik-bintik itu hilang kini anaknya tersebut merasa sakit kepala. Bu Suci  membawanya ke dokter perusahaan. Dokter memberinya obat dan menyarankan untuk dibawa ke Rumah Sakit. Setelah lima hari, anak tersebut sehat dan bisa masuk sekolah lagi. 
            Hari pertama Bu Suci memperkenalkan diri kepada murid-muridnya dan mengabsen kehadiran muridnya. Hari itu ada 3 anak yang tidak hadir, salah satunya adalah Waskito. Setelah empat hari mengajar, Waskito belum juga masuk. Bu Suci menanyakan kepada murid-muridnya tentang ketidak hadiran Waskito. Namun daseri murid-muridnya, dia mengetahui bahwa teman-temannya tidak menyukai Waskito. Menurut guru-guru yang pernah mengajar kelas tersebut, mereka menganggap Waskito sebagai murid yang sukar. Sasaran pertama kemarahan Waskito yaitu Raharjo, Marno dan Denok. Hal ini disebabkan kecemburuan sosial karena Waskito iri kepada mereka yang kerap kali diantar oleh Ayah masing-masing ke sekolah sedangkan dia hanya diantar oleh supir.
            Bu Suci mengirim surat kepada Nenek Waksito. Sore hari yang telah ditentukan, Bu Suci mengunjungi rumah Nenek Waksito. Dari Neneknya dia memperoleh banyak informasi tentang Waksito. Bahwa Waksito pernah dipukul oleh ayahnya karena dia membolos. Ayahnya sudah tidak tahu lagi cara apa yang harus dipergunakan untuk menghadapi kenakalan anaknya. Selama berada dirumah orangtuanya dia tidak pernah ditegur, diberi tahu mana yang baik dan buruk. Jika melakukan kesalahan, Waskito selalu dibela oleh ibunya. Waskito menjadi korban dari sikap orangtuanya yang tidak mengajarkan bagaimana hidup bermasyarakat dan bertanggung jawab. Dia tumbuh dilingkungan dengan orangtua yang tidak memberikan waktu sedikitpun buatnya, kemarahan atau ketenangan hatinya didorong oleh hati yang kekurangan perhatian dari lingkungan terdekatnya yaitu keluarga. Kemarahan dan ketenangannya didorong oleh hati yang kekurangan perhatian dari keluarganya.  Neneknya menjelaskan hal ini merupakan kesalahan suaminya dalam mendidik ayah Waskito yang menjadikannya pandai tetapi sukar bergaul dan kaku dan dalam bergaul hanya boleh dengan yang sederajat. Tetapi selama tinggal 1,5 th dirumah Neneknya, Waskito bersikap manis, sopan, sering mengerjakan tugas rumah, masuk sekolah secara teratur. Hasilnya Waskito menjadi murid yang normal. Rapotnya menunjukan kemajuan. Namun, orang tuanya mengambilnya kembali. Hal itu terjadi karena pengaduan dari pembantu orangtuanya yang memberitakan bahwa Waskito di paksa kerja keras oleh kakek neneknya
            Suami Bu Suci menyampaikan kertas-kertas hasil pemeriksaan kesehatan keluarganya. Menurut dokter perusahaan anak keduanya harus dibawa ke dokter syaraf/neurolog. Berhari-hari Bu Suci dan anaknya mondar-mandir rumah sakit untuk menjalani serangkaian pemeriksaan anaknya. Hasilnya, ternyata anaknya menderita penyakit ayan/ sawan/ epilepsi. 
            Bu Suci mengunjungi Nenek Waskito untuk kedua kalinya. Neneknya menceritakan bahwa kini Waskito tinggal bersama Budenya. Disana Waskiti belajar bagaimana bertanggung jawab, tenggang rasa, dan bersosialisasi.
            Suatu hari sekolah melaksanakan pelajaran turun ke lapangan. Guru-guru dan murid-murid  mengunjungi pabrik makanan. Terlihat, Waskito aktif bertanya tentang mesin pembuat makanan. Lalu, Bu Suci membentuk kelompok-kelompok di kelasnya. Setiap kelompok diberi tugas untuk membuat bejana berhubungan. Ternyata hasil karya kelompok Waskito yang paling sempurna.Bu Suci memberikan tugas kelompok membuat kebun binatang.Karya kelompok Waskito yang paling bagus. Selama tiga bulan keadaan tenang. Waskito tidak membuat onar.
            Pada waktu istirahat Waskito mengamuk karena ejekan dari teman-temannya. Guru-guru mengusulkan agar Waskito dikeluarkan dari sekolah. Bu Suci mempertahankan muridnya tersebut. Dia meminta waktu satu bulan kepada sekolah. Kepala Sekolah pun mengabulkan permintaannya. Sejak kejadian itu, pada waktu istirahat Bu Suci lebih sering berada dikelas. Bu Suci pun sering mengobrol dengan Waskito. Bu Suci merasa lebih dekat dengan muridnya tersebut.
            Pada raport berikutnya berisi angka-angka normal. Waskito tidak pernah mengacau seperti yang dilakukannya tempo hari. Bu suci pun menepati janjinya, Waskito ikut memancing sepuas hatinya di Purwodadi bersama keluarga Bu Suci. Pada akhir tahun pelajaran, Waskito naik kelas. Budenya datang ke sekolah berterima kasih kepada Kepala Sekolah, guru-guru terutama kepada Bu Suci. Atas keuletannya, Waskito menjadi murid yangt lebih dari biasa.