Kamis, 19 Januari 2012

maksim kesopanan dan kesantunan


BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perbedaan Kesopanan dan Kesantunan
            Dalam Bahasa Indonesia, sopan dan santun seringkali disandingkan dalam penggunaannya. Dan dalam penerapannya sopan dan santun ini acapkali disamakan artinya sebagai perilaku yang sesuai dengan adat dimasyarakat. namun sebenarnya sopan dan santun yang dalam konteks ini disebut sebagai kesopanan dan kesantunan itu berbeda. Kesantunan merupakan bagian dari kesopanan, jadi sesuatu yang sopan sudah tentu santun tapi sesuatu yang santun belum tentu sopan. Maka dapat juga diartikan bahwa penuturan yang santun mematuhi maksim kesopanan. Disebut maksim kesopanan karena kesantunan berbahasa sudah termasuk didalamnya. Maka pada pembahasan selanjutnya maksim kesopanan akan diperkecil menjadi teori kesantunan, yang kemudian kesopanan akan dibahas pada akhir pembahasan.
2.2 Teori-teori Kesantunan
            2.2.1 Robin Lakoff (1973)
                        Lakoff dalam Abdul Chaer (2010) mengatakan tiga kaidah kesantunan, yaitu
1.      Formalitas (jangan memaksa atau angkuh)
2.      Ketidaktegasaan (buatlah agar lawan tutur dapat menentukan pilihan)
3.      Persamaan atau kesekawanan (bertindak seolah-olah anada dan lawan tutur anda menjadi sama)
2.2.2 Brown dan Levinson (1978)
            Dalam Abdul Chaer (2010), Brown dan Levinson mengatakan teori kesantunan berbahasa itu berkisar atas nosi muka (face). Muka tersebut dibagi dua, yaitu muka negatif dan muka positif.
            Muka negatif itu mengacu pada citra diri setiap orang yang rasional yang ingin dihargai dan membiarkannya bebas dari keharusan melakukan sesuatu. Muka positif ialah mengacu pada setiap diri seseorang yang rasional, yang berkeinginan agar apa yang dilakukan atau dimilikinya diakui orang lain sebagai sesuatu yang baik.
2.2.3 Geoffrey Leech (1983)
Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan.
Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang tidak sopan. Maksim-maksim ini dimasukkan ke dalam kategori prinsip kesopanan.
Leech menjelaskan teori kesantunan dalam enam maksim, yaitu
a.        Maksim Kebijaksanaan
Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang santun. Apabila di dalam bertutur orang berpegang teguh pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat menghindarkan sikap dengaki, iri hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap mitra tutur. Rasa sakit hati dalam sebuah pertuturan juga dapat diminimalisir dengan maksim ini.
b.      Maksim Penerimaan
Kurangi keuntungan diri sendiri dan tambahi pengorbanan diri sendiri (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
Jika setiap orang melaksanakan inti pokok maksim kedermawanan dalam ucapan dan perbuatan dalam pergaulan sehari-hari, maka kedengakian, iri hati, sakit hati antara sesama dapat terhindar. Dengan maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain.
c.       Maksim Kemurahan
Maksim ini menuntut setiap penutur untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan rasa merendahkan orang lain.
d.      Maksim Kesederhanaan atau Kerendahan Hati
Kurangi pujian pada diri sendiri, tambahi cacian pada diri sendiri (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
Dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati apabila di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Dalam masyarakat bahasa dan budaya Indonesia, keserderhanaan dan kerendahan hati banyak digunakan sebagai paremeter penilaian kesantunan seseorang.
e.        Maksim Kecocokan
Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27)..
Maksim permufakatan seringkali disebut dengan maksim kecocokan (Wijana, 1996: 59). Di dalam maksim ini, ditekankan agar para pererta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap santun.
f.       Maksim Simpatisan
Kurangi antipasti antara diri sendiri dengan orang lain.
Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
Di dalam maksim kesimpatisan, diharapkan agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipasti terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun. Masyarakat tutur Indonesia, sangat menjunjung tinggi rasa kesimpatisan terhadap orang lain ini di dalam komunikasi kesehariaanya. Orang yang bersikap antipasi terhadap orang lain, apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat.
2.2.4 Tarigan (1986)
Tarigan dalam F. X. Nadar (2009) menjelaskan sama dengan Geoffrey Leech, hanya saja pada maksim kemurahan diganti menjadi maksim penghargaan. Di dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para perserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Perserta tutur yang sering mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai orang yang tidak sopan. Dikatakan demikian karena tindakan mengejek merupakan tidakan tidak menghargai orang lain. Karena merupakan perbuatan tidak baik, perbuatan itu harus dihindari dalam pergaulan sesungguhnya.
Yang pada pengertiannya kemurahan dan penghargaan dikatakan saling menyerupai.
2.3 Skala Kesantunan
2.3.1      Skala Kesantunan menurut Leech (1983:123-126) adalah sebagai berikut:
a.      Skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale) menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu merugikan diri, si mitra tutur akan dianggap semakin santunlah tuturan itu.
b.      Skala pilihan (Optionality Scale) menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur. Semakin pentuturanitu memungkinkan penutur atau mitra tutur mementukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun.
c.       Skala ketidak langsungan (Indirectness Scale) menunjuk kepada peringkat langsung atau tudak langsugnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung, maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin sanutunlah tuturan itu.
d.      Skala keotoritasan (Authority Scale) menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebakinya, semakin dekat jarak peringkat status sosial diantara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu.
e.       Skala jarak sosial (Social Distance Scale) menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam bsebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial dia antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu.

2.3.2      Skala Kesantunan  menurut Brown dan Levinson (1987) sebagai berikut:
a.       Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social distance between speaker and hearer) banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokltural. Berkenaan dengan perbedaan umur antara penutur dan mitra tutur,  lazimnya didapatkan bahwa semakin tua umur seseorang, peringkat kesantunan dalam bertutur akan semakin tinggi. Sebaliknya, orang yang masih berusia muda cenderung memiliki peringkat yang rendah di dalam kegiatan bertutur. Orang yang berjenis kelamin wanita, cenderung memiliki kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berjenis kelamin pria. Hal demikian disebabkan oleh kenyataan bahwa kaum wanita cenderung berkenaan dengan sesuatu yang bernili estetika dalam keseharian hidupnya. Sebaliknya, pria cenderung jauh dari hal-hal itu karena, biasanya ia banyak berkenaan dengan kerja dan pemakaian logika dalam kegiatan keseharian hidupnya. Latar belakang sosiokltural seseorang memiliki peran sangat besar dalam menentukan peringkat kesantunan bertutur yang dimilikinya. Orang yang memiliki jabatan tertentu didalam masyarakat, cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan orang seperti petani, pedagang, buruh bangunan, pembantu rumah tangga dsb. Demikian pula orang-orang kota cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat desa.
b.      Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur atau sering kali disebut dengan peringkat kekuasaan (power writing) didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur. Contoh: di dalam ruang periksa sebuah rumah sakit, seorang dokter memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan seorang pasien. Demikian pula di dalam kelas seorang dosen memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan dengan seorang mahasiswa.
c.       Skala peringkat tindak tutur (rank rating), didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur yang lainnya. Contoh: dalam situasi yang sangat khusus, bertemu di rumah seorang wanita dengan melewati batas waktu bertemu yang wajar akan dikatakan sebagai tidak tahu sopan santun dan bahkan melanggar norma kesopanan yang berlaku pada masysrakat tutur itu. Namun demikian, hal yang sama akan dianggap sanagt wajar dalam situasi yang berbeda. Misalnya, pada saat terjadi kerusuhan atau kebakaran orang berada di rumah orang lain atau rumah tetangganya bahkan sampai pada waktu yang tidak ditentukan.
2.3.3      Skala Kesantunan menurut Robin Lakoff (1973) adalah sebagai berikut:
a.       Skala formalis  (formality scale) yaitu skala yang dinyatakan agar para peserta tutur dapat merasa nyaman dalam kegiatan bertutur. Tuturan yang digunakan tudak boleh bernada memaksa dan tidak boleh berkesan angkuh. Didalam kegiatan bertutur, masing-masing peserta tutur harus dapat menjaga keformalitasan dan menjaga jarak yang sewajarnya antara yang satu dengan yang lainnya.
b.      Skala ketidaktegasan (hesitancy scale) yaitu skala yang menunjukkan bahwa penutur dan mitra tutur dapat saling merasa nyaman dalam bertutur. Pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh kedua beah pihak. Orang tidak diperbolehkan bersikap terlalu tegang dan terlalu kaku didklam kegiatan bertutur karena akan dianggap tidak santun.
c.       Peringkat kesekawanan atau atau kesamaan (equality scale) menunjukkan agar bersifat santun. Orang harus bersikap ramah dan selalu mempertahankan persahabatan antara pihak yang satu dengan pihak yang alin. Agar tercapai maksud demikian, penutur haruslah menganggap mitra tutur sebagai sahabat. Dengan menganggap pihak yang satu sebagai sahabat bagi pihak lainnya, rasa kesekawanan dan kesejajaran sebagai salah satu prasyarat kesantunan akan dapat tercapai.
2.4 Penyebab Ketidaksantunan
            Ketidaksantunan terjadi ketika penuturnya tidak mampu mengendalikan apa yang dituturkannya sehingga bahasa yang ia gunakan menjadi tidak santun. Pranowo (2009) dalam Abdul Chaer (2010) menjelaskan ada lima penyebab ketidaksantunan, yaitu :
            a. Kritik secara langsung dengan kata-kata kasar
                        kritik langsung dengan kata-kata kasar menyebabkan sebuah penuturan jauh dari skala peringkat kesantunan. Seperti pada kata “payah”  sebaiknya diganti dengan “belum bekerja maksimal.
            b. Dorongan rasa emosi penutur
                                    Pada sebuah penuturan hendaknya penutur menjauhkan dari rasa emosi sehingga berkesan bahwa penutur marah kepada lawan tuturnya.
            c. Protektif terhadap pendapat
                                    Protektif terhadap pendapat sendiri dilakukan agar tuturan lawan tutur tidak dipercaya oleh pihak lain.
            d. Sengaja menuduh lawan tutur
                        Tuduhan yang dilayangkan kepada lawan tutur hanya berdasarkan kecurigaanya belaka tanpa disertai bukti yang nyata, maka akan membut tuturan menadi tidak santun.
            e. Sengaja memojokan mitra tutur
                        Penutur biasanya melakukan ini agar lawan tutur menjadi tidak berdaya atas apa yang dikatakan  penutur.
Maka penyebab dari kelima hal diatas adalah penutur memang tidak tahu kaidah kesantunan berbahasa, penutur sulit meninggalkan kebiasaan lama akibat hasil budaya dan sifat bawaan atau karakter penutur yang memang tidak santun.
2.5 Kesopanan
            Pada awal pembahasan telah dikemukakan mengapa pada pembahasan sebelumnya digunakan teori kesantunan bukan kesopanan. Pada dasarnya prinsip dalam pragmatik ini tetap dinamakan maksim kesopanan, karena jika digunakan maksim kesantunan, maksim kesantunan tidak bisa menjawab semua kaidah-kaidah dalam bertutur. Maka maksim kesopanan dirasa cukup melingkupi kata kesantunan dan kesopanan itu sendiri. Sederhananya adalah tuturan yang benar adalah yang memaatuhi maksim kerjasama, tuturan yang santun adalah tuturan yang memenuhi maksim kesopanan yang telah dijelaskan sebelumnya.
            Abdul Chaer (2010) menjelaskan tuturan yang benar berkaitan dengan masalah isi penuturan, tuturan yang santun berkaitan dengan bahasa yang digunakan dan tuturan yang sopan berkaitan dengan :
a.       Topik tuturan, topik tuturan bersumber darimana saja sesuai masalah dimasyarakat. Hanya saja ada topic yang dianggap tidak sopan dalam penuturan. Misalnya mengenai usia, yang tidak boleh ditanyakan pada seorang wanita (yang bukan anak-anak dan belum nenek-nenek), meskipun dengan bahasa yang santun
b.      Konteks situasi ini berkenaan dengan masalah tempat, waktu dan suasana psikologis. Contohnya seperti berbicara dengan suara keras di Rumah Sakit.
c.       Jarak hubungan sosial antara penutur dan lawan tutur. Hal ini berkaitan dengan seberapa dekat hubungan penutur dan lawan tuturnya. Misalnya seperti tidak sopan jika menanyakan masalah pribadi lawan tutur pada saat awal perkenalan.


 Tinggalkan komentarmu... mari berkawan /(^______^)\

4 komentar:

  1. saya sangat menghargai apa yang telah anda tulis di blog ini, tapi maaf tolong perhatikan cara pengetikan dan konten isi blog anda. karena jika anda salah dalam segi konten, anda dapat menyesatkan para pembaca. trims

    BalasHapus
  2. catatan kaki kecil19 Juli 2012 pukul 06.07

    buat anda yg sudah komentar TIDAK SOPAN. TOLONG JAGA UCAPAN ANDA. ANDA GA SUKA? YA UDAH. JAGA SIKAP ANDA

    BalasHapus
  3. bermanfaat sekali. untuk tugas say, terimakasih n.n

    BalasHapus